Sabtu, 07 Mei 2016

20 Hari Saja

    Saat-saat terindah bersama Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sering kali menjadi tema menarik dalam majelis para sahabat. Tak terkecuali Malik bin Huwairits. Hari itu ia mencoba memutar ‘kaset kenangannya’ bersama teman-teman sebayanya. Mereka sengaja datang ke Madinah guna menimba ilmu dari sang guru, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Tak terasa sudah dua puluh hari berlalu. Namun, kepekaan sang Murabbi yang sangat tajam terhadap peserta didiknya menemukan sebuah indikasi bahwa ada yang harus ditelusuri. Ya, ada roman rindu terlihat pada muka pemuda-pemuda itu.
    Benar-benar guru teladan, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam langsung bertanya siapa saja anggota keluarga yang mereka tinggalkan di kampung. Setelah dijelaskan, beliau mengumpulkan mereka dan memberi mereka petuah: “Pulanglah kalian ke rumah masing-masing, ajari keluarga kalian, shalatlah seperti kalian melihatku shalat, bila datang waktu shalat hendaklah salah satu diantara kalian adzan, lalu hendaklah orang yang tertua diantara kalian menjadi imam.”
    Sebuah potret pendidikan yang sangat cantik. Betapa tidak, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pada kisah di atas mencerminkan sosok seorang pendidik ideal. Kita dapat merasakan kedekatan beliau dengan para murid. Dari raut muka saja beliau dapat menebak apa yang sebenarnya sedang mereka rasakan.
    Yang lebih mencengangkan, proses pendidikan yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sangat singkat namun membuahkan. Bayangkan saja, hanya dalam waktu dua puluh hari saja para pemuda itu telah belajar banyak. Tidak hanya dalam tataran teori, tetapi mereka langsung dapat mempraktikkan apa yang mereka pelajari plus dapat mengajarkannya kepada anggota keluarga.
    Kalau kita menengok pendidikan saat ini, apa yang kita dapati? Guru di pendidikan kita bertype guru bayar atau bahkan guru nyasar. Bukan guru ajar yang punya misi pendidikan. Waktu pendidikan kita terlalu lama. Banyak waktu yang terbuang tanpa ada goal yang dicapai. Belum lagi kualitas output yang dihasilkan. Sering kali ana didik kita unggul pada sisi teori. Tetapi nol pada tataran praktik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar