Sering kali orang
tua menghukum anaknya atau memarahinya dengan dalih bahwa ia anak nakal. Kesimpulan
ini diambil berdasarkan sudut pandang bahwa anak yang tidak taat dan tidak rapi
adalah nakal dan pantas mendapat hukuman. Padahal idealnya orang tua harus berusaha
memahami mengapa anak memiliki sikap-sikap itu, dan mencoba mempelajari apa sebenarnya yang harus dilakukan terhadap
anaknya.
Para ahli menyebutkan bahwa usia
2-7 tahun adalah masa perkembangan kognitif pra-operasional, sehingga
kesalahan yang dilakukan oleh anak dalam ranah kognitif dan dalam
menentukan mana yang dapat diterima dan yang tidak merupakan sesuatu yang
wajar. Pada usia tersebut sering kita dapati anak memecahkan perabot
yang dipakai sebagai media pasar-pasaran atau yang lain. Hal itu karena ia
tidak tahu bahwa barang itu dapat pecah. Atau anak sering kali terjatuh saat berlari
karena ia tidak tahu bahwa keseimbangan yang ia miliki adalah penyebabnya. Atau
anak tidak membereskan mainan dan sampah yang berserakan setelah bermain karena
menganggap bahwa itu pekerjaan orang tuanya. Atau konflik antar teman bermain,
dan lain sebagainya.
Pada kasus-kasus di
atas bukan kemarahan, hukuman dan sebutan sebagai anak nakal yang seharusnya
diberikan kepada anak. Namun secara bertahap anak sebaiknya diberitahu apa yang
seharusnya dilakukan agar hal itu tidak terulang kembali. Sikap anak di atas
sebenarnya tidak bisa disebut sebagai sebuah kenakalan, melainkan, lebih tepat,
adalah sebuah pengalaman yang akan
mengajari hal-hal baru pada anak.
Untuk mencegah konflik antar teman di
kalangan anak-anak, hendaknya orang tua menyediakan alat-alat bermain (tidak
harus mahal) sebagai media bagi anak untuk menyalurkan bakat dan menyibukkan
diri. Sebab biasanya sikap anak yang usil
pada teman itu dikarenakan tidak ada pekerjaan yang bisa dilakukannya.
Ya, ada beberapa
sikap yang harus kita waspadai sebagai tanda-tanda kenakalan untuk
ditanggulangi sejak dini. Di antaranya; sering menunjukkan ketidakpatuhan, suka
melanggar aturan perilaku seperti berkelahi, sulit bekerja sama, suka berbohong,
menolak dengan menjerit, dan lain sebagainya.
Untuk menanggulangi
sejak dini sikap anak yang kurang baik seperti tersebut di atas, ada baiknya orang
tua mawas diri. Karena bisa jadi sikap-sikap di atas muncul sebagai akibat akibat
dari pola asuh yang kurang baik juga. Misalnya:
1.
Orang tua memberikan
penguat negative
Ketika anak meminta sesuatu orang tua tidak memenuhinya kecuali setelah
ia menangis dengan keras atau menjerit. Dengan ini anak akan terbiasa
menjadikan tangisan dan jeritan sebagai senjata untuk meminta sesuatu.
2.
Adanya penguat positif
Orang tua senantiasa memberi iming-iming hadiah untuk kepatuhan anak,
akibatnya anak hanya akan patuh jika sudah mendengar imbalan dari orang tuanya.
Di sisi lain kebohongan orang tua dalam menjanjikan hadiah pun menjadi pemicu
tumbuhnya budaya bohong pada pribadi anak.
3. Ketidak selarasan dalam pengasuhan
Ayah dan ibu yang tidak sekata dalam pola
pengasuhan juga salah satu penyebabnya. Demikian halnya ketidak kompakan antara
orang tua dengan kakek-nenek jika tinggal bersama satu rumah. Akibatnya ketika
salah satu melarangnya anak akan mencari orang yang melindungi dan membelanya.
Permasalahan ini dapat
diatasi dengan cara membangun komunikasi
yang baik terkait pola pengasuhan yang akan diterapkan pada anak dalam keluarga.
Pastikan semua orang dalam keluarga mempunyai satu kata dalam hal yang dilarang,
yang diperbolehkan, uang jajan, dan
sebagainya.
Dalam menanamkan kepatuhan hendaknya orang
tua selektif saat menyuruh anak. Pilih pekerjaan yang sekiranya dapat dilakukan
oleh anak, dan hindari perintah yang hanya akan membuat kesan tidak patuh
karena perintahnya tidak tepat atau tidak logis. Hadiah dan hukuman juga harus
seimbang dan setimpal, serta disampaikan kepada anak dengan penuh ketulusan,
bukan iming-iming dan ancaman bohong. Artinya sebisa mungkin orang tua konsekuen dengan apa
yang diucapkan.
Selain itu
hendaknya orang tua menghindari ketergesa-gesaan dalam memberi label
"nakal" kepada anak. Anak yang merasa dirinya tidak nakal tapi selalu
disebut sebagai anak nakal oleh orang tuanya cenderung akan membuktikan bahwa
ia benar-benar nakal. Namun demikian bukan berarti kita boleh terlalu permisif
terhadap semua yang dilakukan oleh anak-anak.
Pola asuh yang bijak akan membuat anak kita menjadi anak baik dan
bermanfaat bagi sesama.
Setiap anak terlahir dalam keadaan fitrah/Islam, maka kedua orang tua
yang akan menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi.
Fitrah anak harus
tetap terjaga, dan itu adalah tugas kita, orang tuanya.
[Dha]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar