Minggu, 18 November 2012

Memimpin dengan cinta


Allah berfirman yang artinya : "Barangkali kamu akan membunuh dirimu karena bersedih hati setelah mereka berpaling, sekiranya mereka tidak beriman kepada keterangan Ini (Al-Quran)" (QS. Al Kahfi : 6).
"Sungguh telah datang kepada kalian seorang Rasul dari kaum kalian sendiri, berat terasa olehnya penderitaan kalian, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagi kalian, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin" (QS. At Taubah : 128).
Demikian Allah menerangkan kepada kita perihal cinta yang mendalam pada pribadi Nabi Muhammad saw terhadap umatnya. Cinta tulus seorang pemimpin kepada orang-orang yang dipimpinnya. Sampai-sampai Abul Hasan An Nadawi berkata : "Nabi mencintai kaumnya dengan sepenuh hatinya maka kaumnya pun memberikan seluruh kekuatan mereka kepadanya".

Senyum senantiasa merekah saat bertemu shahabatnya, sehingga mereka merasa orang yang paling dicintai oleh Nabi di antara yang lain, meski setelah ditanyakan kepada beliau tentang siapa orang yang paling dicintainya ternyata ia tidak dapati namanya. Beliau selalu ingat mereka saat rizki menghampirinya, sebagaimana yang beliau lakukan ketika penggalian parit perang Ahzab. Beliau juga tidak pernah menolak permintaan mereka, hingga baju hadiah seorang shahabiyah yang sedang beliau kenakan sekalipun (HR. Bukhari).

Lebih dari itu semua satu hal yang selalu beliau inginkan untuk umatnya; keselamatan dari adzab dengan hidayah keimanan. Allah menggambarkan kesedihan beliau dengan kesesatan dan kekafiran umatnya dalam firmanNya : "Sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya; Maka janganlah dirimu binasa karena kesedihan terhadap mereka. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat" (QS. Fathir : 8).

Cinta suci seorang pemimpin yang senantiasa menginginkan kebaikan untuk orang yang dipimpinnya, tidak rela jika mereka terjerumus pada keburukan sekecil apapun. Sampai-sampai Allah memperingatkan jangan sampai beliau meninggal lantaran kesedihannya.

Beliau saw telah mengajari kita bagaimana menjadikan cinta yang tulus sebuah seni tak terpisahkan dalam kepemimpinan di samping sikap ketegasan. Siapapun kita adalah pemimpin, kita yang paling pantas untuk meneladaninya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar