Tak semua
keinginan dan kemauan orang tua dilakukan oleh anak, entah karena ia tidak
mampu atau karena tidak mau. Hal ini sering kali menjadi pemicu sikap marah
kita sebagai orang tua.
Sebagaimana
sikap yang lain, marah adalah sikap yang diciptakan oleh Allah sebagai fitrah
manusia. Setidaknya setiap menghadapi hal yang tidak disukainya, terlintas
keinginan untuk marah. Hanya saja ada yang dapat menahannya dan ada pula yang
memperturutkannya baik dengan ucapan maupun tindakan.
Oleh
karenanya sabda Rasulullah -shallallahu 'alaihi wasallam-, "Jangan
marah!" kepada Jariyah bin Qudamah saat meminta nesehat, semestinya
kita pahami bahwa larangan yang dimaksud adalah sikap buruk yang dilakukan setelah
lintasan rasa marah tersebut.
Islam
memasukkan sikap marah ini di antara sekian deretan larangan karena dampak
negatif yang dibawanya. Pasti, karena apa yang dilarang dalam Islam selalu
memuat bahaya baik cepat maupun lambat. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa
luapan kemarahan dapat meningkatkan resiko jangka panjang berbagai penyakit,
seperti serangan jantung dan stroke, melemahnya sistem kekebalan tubuh, penuaan
dini, stres, hipertensi, dan penyakit lainnya. Hal ini dikarenakan suasana hati
negatif akan mengganggu sirkulasi darah mulai dari jantung hingga ke anggota
badan yang lain.
Namun, apakah
berarti bahwa kita harus memanjakan anak dan tidak menunjukkan kemarahan
kepadanya sama sekali?
Alasan
marah
Kemarahan
orang tua terhadap anak harus memiliki alasan yang tepat. Maksudnya, anak sudah
sepantasnya mengetahui mengapa ia dimarahai agar kemarahan itu berfungsi
efektif. Alasan-alasan itu bisa berupa kesalahan dalam akhlak budi pekerti,
melanggar peraturan yang sudah disepakati, tidak melaksanakan perintah yang
sesuai dengan situasinya, dan alasan jelas lainnya.
Ini
menuntut kita para orang tua untuk melakukan tahapan-tahapan pendidikan sebelum
memutuskan untuk memarahi si buah hati. Jika terkait tingkah laku, berarti
penanaman akhlak yang baik harus dilakukan terlebih dahulu. Tidak masuk akal
orang tua marah karena anak berbohong sementara ia belum pernah mengajarkan
kejujuran sebelumnya. Dan jika alasan marah terkait peraturan maka seharusnya
peraturan itu telah disepakati bersama anak. Adapun jika berkaitan dengan perintah,
maka semestinya orang tua menyesuaikan perintahnya dengan situasi anak, baik
umur, fisik, psikis, maupun kemampuannya. Jadi, tidak pantas orang tua marah
jika anak tidak mematuhi perintahnya karena terlalu berat untuk anak seusianya.
Cara
marah
Kemarahan
yang tidak tepat akan berdampak negatif pada psikologi anak. Ia bisa
tumbuh menjadi pribadi yang minder, tertutup, bahkan pemberontak. la pun bisa
menjadi temperamental dan meniru kebiasaan orang tuanya ini.
Tujuan dari 'marah'nya (baca: teguran) orang tua adalah
agar anak menyadari kesalahan yang telah dilakukannya dan tidak mengulanginya
lagi di kemudian hari. Jika demikian, maka cara yang ditempuh pun seyogyanya
mengarah pada sasaran ini.
Berikan teguran terlebih dahulu, karena bisa jadi anak
sedang lupa saat itu, atau mencoba-coba kesalahan dan mengetes apakah orang
tuanya akan menegurnya atau tidak. Jika dengan teguran pertama anak menyadari
kesalahannya maka tidak ada alasan kita untuk memarahinya. Namun bila ia tetap
melanjutkan kesalahan tersebut ada baiknya kita bertanya apa alasannya. Boleh
jadi ia memiliki sudut pandang yang lain tentang perbuatannya. Nah, ketika
alasannya tidak diterima maka saat itu kita bisa menunjukkan kemarahan kita.
Marah tidak selalu identik dengan teriakan atau pukulan,
tidak pula harus berupa cacian, bentakan, ejekan, atau cambukan. Bahkan,
cara-cara ini lebih banyak gagalnya dari pada manfaatnya.
Marah dengan bijak, mengapa tidak? Aturlah emosi dan tetap
kendalikan kesadaran diri saat marah. Bagaimanapun juga orang yang sedang kita
marahi adalah buah hati dan harapan kita. Pakailah suara pelan yang menyentuh
perasaannya, intinya pesan bahwa kita marah dengan sikap anak sampai kepadanya.
Ajaklah bicara dari hati ke hati tentang kesalahan yang diperbuatnya dan akibat
yang akan ia terima. Hindari umpatan, sumpah serapah, makian, pelabelan anak
nakal, pemalas, atau label lainnya.
Jika telah tenang ada baiknya orang tua menunjukkan bahwa
ia tetap sayang padanya, dengan mencium misalnya. Jangan sampai anak
menyimpulkan bahwa orang tuanya sudah tidak menginginkannya lagi, karena bisa
saja hal ini mengilhaminya untuk kabur dari rumah atau bahkan bunuh diri. Oleh
karenanya, para pemerhati pendidikan sangat mengecam kata-kata seperti,
"Anak tidak berguna", "Kehilangan satu anak seperti kamu juga
tidak rugi", dan semisalnya.
Hal yang tidak boleh dilupakan dari cara-cara di
atas adalah doa. Ya, doa orang tua untuk anak adalah doa yang mustajab. Maka,
sertakan dalam doa-doa kita doa khusus untuk keshalehan anak-anak kita.Ditulis untuk majalah PENA KBRI Riyadh
Tidak ada komentar:
Posting Komentar