Rabu, 16 April 2014

Para guru, maksimalkan fungsimu!



Guru memiliki peranan strategis dalam pendidikan anak bangsa setelah orang tua. Darinya mereka membangun budaya keilmuan dan bersamanya mereka membuka cakrawala berfikir seluas-luasnya.

Ada teori yang meyebutkan bahwa pembentukan pengetahuan seseorang dilakukan sendiri oleh orang itu dan bukan oleh guru, sehingga para guru hanya berfungsi mendorong para siswa agar aktif dalam pembelajaran untuk membentuk pengetahuannya sendiri. Dorongan para guru sangat memicu dan memacu para Siswa aktif dan giat belajar.


Terlepas dari benar dan tidaknya teori di atas, kehadiran seorang guru dalam dunia keilmuan anak sangat dibutuhkan. Maka tak heran para ulama' dalam biografinya selalu disebutkan guru-guru yang mereka ambil ilmunya. Ya, karena tujuan ilmu bukan sekedar sebuah pengetahuan, namun lebih daripada itu mencerdaskan hati, kepribadian, dan tingkah laku. Para salaf mengatakan, "Kami tidak belajar ilmu kecuali setelah belajar adab/budi pekerti selama 20 tahun."

Fungsi guru
Perlu kita sadari bersama bahwa fungsi guru dalam kelas bukan sekedar mengajari, namun bagaimana kehadiran pahlawan tanpa tanda jasa ini membuat siswa belajar. Di antara fungsi guru ialah:
  1. Menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif, kreatif, dan menarik.
  2. Membangkitkan motivasi para siswa agar mencintai ilmu.
  3. Membimbing dan memberikan kemudahan bagi siswa dalam pembelajaran.
  4. Memimpin pembelajaran dan tempat bertanya bagi para siswa.
  5. Menjadi model/contoh bagi siswa, baik di dalam maupun di luar kelas.
Dengan fungsi-fungsi di atas diharapkan siswa dapat menemukan ilmu yang sebenarnya lantaran interaksinya dengan guru. Ilmu yang menjadi cahaya dalam kegelapan, ilmu yang melahirkan kerendahan hati dan akhlak baik lainnya, serta ilmu yang berguna bagi pribadi dan masyarakatnya.
Suasana menyenangkan dalam kelas yang diciptakan oleh guru memiliki dampak yang luar biasa dalam proses belajar siswa. Ia akan memberikan loyalitasnya dan akan selalu merindukan ilmu yang ada di kelas itu. Bahkan akan memantik api semangatnya untuk menjadi manusia pembelajar.

Namun yang lebih sering kita dapati, kelas tak ubahnya seperti sebuah penjara. Bel tanda pergantian pelajaran, istirahat, atau pulang seakan kunci borgol yang melepaskan rantai belenggunya. Hari libur pun akan selalu dinantikannya. Dalam kelas, bercerita dengan teman sebangkunya atau mainan hp lebih mengasyikkan daripada menyimak 'ceramah' guru. Jika kondisi ini yang ada dalam kelas kita, maka yang perlu kita koreksi adalah kualitas peran guru.

Menyenangkan siswa tidak identik dengan bisa menjadikan mereka tertawa karena lawakan kosong atau tingkah laku lucu. Karena yang demikian ini tidak bisa bertahan lama. Ketika guru tidak melawak maka suasana kelas pun akan tidak menyenangkan lagi. Belum lagi kelas yang ramai dengan gelak tawa setiap saat seringkali kosong dari ilmu.

Cinta kuncinya
Jadi apa yang harus dilakukan? Ya, mengajar dengan cinta. Siswa juga manusia sebagaimana guru, dia membutuhkan bimbingan dan kasih sayang. Guru yang mengajar tulus dengan jiwa dan raganya maka akan sampai ke jiwa dan raga anak didiknya. Cinta yang tidak dibuat-buat akan dirasakan oleh mereka, dan akan selalu ada ketenangan ketika berjumpa.

Guru yang mengajar dengan cintanya akan berusaha sekuat tenaga menanamkam kebaikan dalam pribadi siswa, bukan sekedar pengetahuan belaka. Ia akan berupaya membangun hubungan dengan siswa tidak hanya di dalam lingkungan sekolah. Ada kurikulum tersembunyi yang ia ingin sampaikan kepada siswanya; prinsip-prinsip hidup yang akan dibawanya ke manapun ia pergi. Ia akan selalu sadar bahwa segala tutur kata dan gerak-geriknya adalah keteladanan.

Kekuatan dalam hati ini pasti akan terpancar dalam pola pengajaran. Guru ini akan menghindari berdiri pada satu posisi, memancing ide siswa sebanyak-banyaknya, melakukan variasi dan inovasi, memberikan perhatian kepada seluruh siswa, atau memaksimalkan alam dan teknologi dalam pembelajaran.
Guru adalah fasilitator, motivator, pemacu, inspirator, pengawas, dan evaluator  dalam proses pembelajaran siswa. Sebagai fasilitator sedikitnya guru harus memiliki sikap-sikap sebagai berikut :
  1. Membuka diri dan tidak berlebihan mempertahankan pendapatnya.
  2. Banyak mendengarkan siswa terutama tentang aspirasi dan perasaannya.
  3. Menerima ide siswa yang inovatif dan kreatif, bahkan yang sulit sekalipun.
  4. Meningkatkan perhatiannya terhadap hubungan dengan siswa seperti halnya terhadap bahan pelajaran.
  5. Melihat kesalahan yang diperbuat siswa sebagai proses pembelajaran.
  6. Menghargai siswa meskipun biasanya mereka sudah tahu prestasi yang dicapainya.
Sebagai motivator, guru memiliki tanggung jawab untuk memberikan surport kepada siswa-siswa agar belajar dengan sungguh-sungguh demi masa depannya.

Sebagai pemicu guru harus mampu melipat gandakan potensi siswa dan mengembangkannya sesuai dengan aspirasi dan cita-cita mereka di masa yang akan datang. Hal ini sangat penting karena guru sangat berperan dalam membantu perkembangan siswa untuk mewujudkan tujuan hidupnya secara optimal.
Sebagai inspirator belajar, guru harus mampu memerankan diri dan memberikan inspirasi bagi siswa, sehingga kegiatan belajar dan pembelajaran dapat membangkitkan berbagai pemikiran, gagasan dan ide-ide baru.

Guru sebagai pengawas hendaknya mengontrol perilaku-perilaku siswa agar tidak menyimpang dari norma atau aturan dengan memberi nasehat dan arahan agar tidak melakukan hal yang sama di lain waktu.
Guru sebagai evaluator hendaknya menilai perkembangan hasil belajar siswa, tidak hanya dari sisi kognitif, namun meliputi afektif dan psikomotoriknya. Sehingga siswa yang belum berhasil pada sisi-sisi itu dibantu dan dicari  cara yang tepat dalam mengatasi kesulitan belajarnya.
 
Saatnya para guru memaksimalkan perannya dalam mengejawantah putra-putra bangsa, mendidik dan mengajar dengan sepenuh hati. Niscaya anak-anaknya kelak juga akan mendapatkan guru-guru yang mendidik dan mengajar mereka dengan cinta.

Ditulis untuk majalah PENA KBRI Riyadh

Tidak ada komentar:

Posting Komentar