Guru memiliki peranan
strategis dalam pendidikan anak bangsa setelah orang tua. Darinya mereka
membangun budaya keilmuan dan bersamanya mereka membuka cakrawala berfikir
seluas-luasnya.
Ada teori yang
meyebutkan bahwa pembentukan pengetahuan seseorang dilakukan sendiri oleh orang
itu dan bukan oleh guru, sehingga para guru hanya berfungsi mendorong para
siswa agar aktif dalam pembelajaran untuk membentuk pengetahuannya sendiri.
Dorongan para guru sangat memicu dan memacu para Siswa aktif dan giat belajar.
Terlepas dari benar
dan tidaknya teori di atas, kehadiran seorang guru dalam dunia keilmuan anak
sangat dibutuhkan. Maka tak heran para ulama' dalam biografinya selalu
disebutkan guru-guru yang mereka ambil ilmunya. Ya, karena tujuan ilmu bukan
sekedar sebuah pengetahuan, namun lebih daripada itu mencerdaskan hati,
kepribadian, dan tingkah laku. Para salaf mengatakan, "Kami tidak belajar
ilmu kecuali setelah belajar adab/budi pekerti selama 20 tahun."
Fungsi guru
Perlu kita sadari
bersama bahwa fungsi guru dalam kelas bukan sekedar mengajari, namun bagaimana kehadiran
pahlawan tanpa tanda jasa ini membuat siswa belajar. Di antara fungsi guru
ialah:
- Menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif, kreatif, dan menarik.
- Membangkitkan motivasi para siswa agar mencintai ilmu.
- Membimbing dan memberikan kemudahan bagi siswa dalam pembelajaran.
- Memimpin pembelajaran dan tempat bertanya bagi para siswa.
- Menjadi model/contoh bagi siswa, baik di dalam maupun di luar kelas.
Dengan fungsi-fungsi
di atas diharapkan siswa dapat menemukan ilmu yang sebenarnya lantaran
interaksinya dengan guru. Ilmu yang menjadi cahaya dalam kegelapan, ilmu yang
melahirkan kerendahan hati dan akhlak baik lainnya, serta ilmu yang berguna
bagi pribadi dan masyarakatnya.
Suasana menyenangkan dalam
kelas yang diciptakan oleh guru memiliki dampak yang luar biasa dalam proses
belajar siswa. Ia akan memberikan loyalitasnya dan akan selalu merindukan ilmu
yang ada di kelas itu. Bahkan akan memantik api semangatnya untuk menjadi
manusia pembelajar.
Namun yang lebih
sering kita dapati, kelas tak ubahnya seperti sebuah penjara. Bel tanda pergantian
pelajaran, istirahat, atau pulang seakan kunci borgol yang melepaskan rantai
belenggunya. Hari libur pun akan selalu dinantikannya. Dalam kelas, bercerita
dengan teman sebangkunya atau mainan hp lebih mengasyikkan daripada menyimak
'ceramah' guru. Jika kondisi ini yang ada dalam kelas kita, maka yang perlu
kita koreksi adalah kualitas peran guru.
Menyenangkan siswa tidak
identik dengan bisa menjadikan mereka tertawa karena lawakan kosong atau
tingkah laku lucu. Karena yang demikian ini tidak bisa bertahan lama. Ketika
guru tidak melawak maka suasana kelas pun akan tidak menyenangkan lagi. Belum
lagi kelas yang ramai dengan gelak tawa setiap saat seringkali kosong dari
ilmu.
Cinta kuncinya
Jadi apa yang harus
dilakukan? Ya, mengajar dengan cinta. Siswa juga manusia sebagaimana guru, dia
membutuhkan bimbingan dan kasih sayang. Guru yang mengajar tulus dengan jiwa
dan raganya maka akan sampai ke jiwa dan raga anak didiknya. Cinta yang tidak
dibuat-buat akan dirasakan oleh mereka, dan akan selalu ada ketenangan ketika
berjumpa.
Guru yang mengajar
dengan cintanya akan berusaha sekuat tenaga menanamkam kebaikan dalam pribadi
siswa, bukan sekedar pengetahuan belaka. Ia akan berupaya membangun hubungan
dengan siswa tidak hanya di dalam lingkungan sekolah. Ada kurikulum tersembunyi
yang ia ingin sampaikan kepada siswanya; prinsip-prinsip hidup yang akan
dibawanya ke manapun ia pergi. Ia akan selalu sadar bahwa segala tutur kata dan
gerak-geriknya adalah keteladanan.
Kekuatan dalam hati
ini pasti akan terpancar dalam pola pengajaran. Guru ini akan menghindari
berdiri pada satu posisi, memancing ide siswa sebanyak-banyaknya, melakukan variasi
dan inovasi, memberikan perhatian kepada seluruh siswa, atau memaksimalkan alam
dan teknologi dalam pembelajaran.
Guru adalah fasilitator,
motivator, pemacu, inspirator, pengawas, dan evaluator dalam proses
pembelajaran siswa. Sebagai fasilitator sedikitnya guru harus memiliki sikap-sikap
sebagai berikut :
- Membuka diri dan tidak berlebihan mempertahankan pendapatnya.
- Banyak mendengarkan siswa terutama tentang aspirasi dan perasaannya.
- Menerima ide siswa yang inovatif dan kreatif, bahkan yang sulit sekalipun.
- Meningkatkan perhatiannya terhadap hubungan dengan siswa seperti halnya terhadap bahan pelajaran.
- Melihat kesalahan yang diperbuat siswa sebagai proses pembelajaran.
- Menghargai siswa meskipun biasanya mereka sudah tahu prestasi yang dicapainya.
Sebagai motivator,
guru memiliki tanggung jawab untuk memberikan surport kepada siswa-siswa agar
belajar dengan sungguh-sungguh demi masa depannya.
Sebagai pemicu guru
harus mampu melipat gandakan potensi siswa dan mengembangkannya sesuai dengan
aspirasi dan cita-cita mereka di masa yang akan datang. Hal ini sangat penting
karena guru sangat berperan dalam membantu perkembangan siswa untuk mewujudkan
tujuan hidupnya secara optimal.
Sebagai inspirator
belajar, guru harus mampu memerankan diri dan memberikan inspirasi bagi siswa,
sehingga kegiatan belajar dan pembelajaran dapat membangkitkan berbagai
pemikiran, gagasan dan ide-ide baru.
Guru sebagai pengawas
hendaknya mengontrol perilaku-perilaku siswa agar tidak menyimpang dari norma
atau aturan dengan memberi nasehat dan arahan agar tidak melakukan hal yang
sama di lain waktu.
Guru sebagai
evaluator hendaknya menilai perkembangan hasil belajar siswa, tidak hanya dari
sisi kognitif, namun meliputi afektif dan psikomotoriknya. Sehingga siswa yang
belum berhasil pada sisi-sisi itu dibantu dan dicari cara yang tepat
dalam mengatasi kesulitan belajarnya.
Saatnya para guru memaksimalkan perannya dalam mengejawantah putra-putra bangsa, mendidik dan mengajar dengan sepenuh hati. Niscaya anak-anaknya kelak juga akan mendapatkan guru-guru yang mendidik dan mengajar mereka dengan cinta.
Ditulis untuk majalah PENA KBRI Riyadh
Tidak ada komentar:
Posting Komentar