Karakter yang
tertinggi energi positifnya adalah kejujuran. Induk budi pekerti mulia lainnya.
Dari sifat ini lahir kesabaran, qana'ah, zuhud, ridha, dan
ketaatan. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
إِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى البِرِّ، وَإِنَّ البِرَّ يَهْدِي إِلَى الجَنَّةِ، وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَصْدُقُ
حَتَّى يَكُونَ صِدِّيقًا. وَإِنَّ الكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الفُجُورِ، وَإِنَّ الفُجُورَ
يَهْدِي إِلَى النَّارِ، وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَكْذِبُ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ
كَذَّابًا
"Sesungguhnya kejujuran itu
menuntun kepada kebaikan dan kebaikan itu menuntun ke surga. Seseorang akan
senantiasa jujur sampai menjadi shiddiq (sangat jujur). Sesungguhnya kebohongan
itu menuntun kepada kemaksiatan dan kemaksiatan itu menuntun ke neraka.
Seseorang akan senantiasa berbohong hingga tercatat di sisi Allah sebagai
pendusta." (HR. Bukhari dan Muslim).
Dengan
kejujuran pula seseorang membangun kepercayaan. Orang lain akan menaruh
kepercayaan pada diri kita saat kita teruji dalam kejujuran; kesesuaian
perkataan dalam hati dan lisan, kesamaan pernyataan dengan kenyataan, dan
keselarasan antara perkataan dan perbuatan. Kepercayaan orang Quraisy terhadap
nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam tidak terlepas dari kejujuran
yang telah mendarah daging dalam dirinya.
Jika demikian
contoh nyata yang disuguhkan oleh Rasul panutan kita shallallahu 'alaihi
wasallam baik dalam pribadinya maupun dalam mendidik sahabatnya maka sudah
selayaknya kita meniru dan meneladani dalam membangun generasi mulia. Imam Malik
berkata:
وَلاَ يُصْلِحُ آخِرَ هذِهِ الأُمَّة إِلاَّ مَا
أَصْلَحَ أَوَّلَهَا
"Tidak ada yang dapat membenahi akhir umat
ini melainkan apa yang telah membenahi awalnya."
Pendidikan
karakter kejujuran dalam era dekadensi moral saat ini semakin mendesak. Tidak
hanya merupakan tanggung jawab lembaga pendidikan bernama sekolah, namun juga
tanggung jawab keluarga, 'sekolah' pertama bagi anak kita. Berikut ini beberapa
hal terkait pendidikan kejujuran pada anak:
1.
Melalui model.
Keteladanan
adalah cara pembelajaran paling efektif. Sebelum mengajarkan kejujuran pada
anak sudah selayaknya orang tua menjadi pribadi yang jujur terlebih dahulu.
Kebohongan merupakan sifat tercela kapanpun di manapun, namun di depan mata
anak menjadi lebih tercela, karena akan terbentuk dalam memori anak bahwa
bohong adalah cara berkelit dan suatu kewajaran. Contohnya ketika seorang ayah
akan bepergian jauh dan melihat anaknya menangis karena ingin ikut ia berkata:
"Ayah cuma mau ke depan sebentar kok nak”. Akan lebih baik jika
secara perlahan disampaikan dengan penuh keterbukaan sesuai kenyataan.
2.
Menghindari
bohong dalam ancaman.
Ancaman pada
anak adalah cara terakhir dalam pendidikan. Karena anak yang tumbuh dalam
ancaman akan menjadi seperti robot, tidak memiliki tanggung jawab. Selain itu
ancaman dapat menghambat kepercayaan diri. Namun jika kondisi mengharuskan
ancaman maka orang tua harus menghindari kebohongan. Misalnya kata-kata:
"Awas kalau tidak tidur, nanti ada hantu lho".
3.
Konsekuen dalam
ancaman.
Ancaman pada
anak pun tidak bisa sembarangan. Bisa-bisa tidak efektif bahkan sebaliknya.
Orang tua yang akan menerapkannya harus memilih ancaman yang sekiranya sesuai
dengan perintah dan larangannya, sesuai pula dengan usia. Selain itu ia harus
konsekuen dengan ancamannya, karena jika tidak maka pada saat yang sama ia
sedang mengajari kebohongan pada anak. Selanjutnya anak akan punya pikiran
bahwa orang tuanya tidak serius dalam ucapannya.
4.
Dekat dengan
profil kejujuran.
Kita tidak
kekurangan kisah-kisah orang yang jujur, para nabi, para sahabat, para ulama,
dan lain sebagainya. Mereka adalah teladan dan contoh yang harus kita dekatkan
ke dunia anak kita. Dengan mendengar peri kehidupan mereka dan derajat yang
Allah berikan lantaran kejujuran mereka maka anak akan termotivasi untuk
menjadi seperti mereka.
5.
Mencari sebab
kebohongan.
Jika didapati
bahwa anak terindikasi berbuat bohong maka orang tua secara perlahan mengorek
sebab kebohongan yang ia lakukan, tetap di atas asas prasangka yang baik. Tidak
baik langsung menghukum tanpa mendengar keterangan anak terlebih dahulu. Ketika
anak sudah mengakui kesalahannya barulah membuat kesepakatan jika di waktu lain
ia berbohong lagi.
"Di dalam kejujuran terdapat ketenangan dan di dalam kedustaan
terdapat kegelisahan", demikian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mendidik kita.
Saatnya kita tumbuh kembangkan sifat mulia ini dalam keluarga kita. Dengan
konsistensi kita niscaya akan muncul sebuah generasi yang menjunjung tinggi
kejujuran baik kepada Sang Khalik maupun kepada sesama makhluk. Kita pasti
bisa!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar