Senin, 09 Februari 2015

Mendidikkan Kejujuran

Karakter yang tertinggi energi positifnya adalah kejujuran. Induk budi pekerti mulia lainnya. Dari sifat ini lahir kesabaran, qana'ah, zuhud, ridha, dan ketaatan. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
إِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى البِرِّ، وَإِنَّ البِرَّ يَهْدِي إِلَى الجَنَّةِ، وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَصْدُقُ حَتَّى يَكُونَ صِدِّيقًا. وَإِنَّ الكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الفُجُورِ، وَإِنَّ الفُجُورَ يَهْدِي إِلَى النَّارِ، وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَكْذِبُ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ كَذَّابًا 
"Sesungguhnya kejujuran itu menuntun kepada kebaikan dan kebaikan itu menuntun ke surga. Seseorang akan senantiasa jujur sampai menjadi shiddiq (sangat jujur). Sesungguhnya kebohongan itu menuntun kepada kemaksiatan dan kemaksiatan itu menuntun ke neraka. Seseorang akan senantiasa berbohong hingga tercatat di sisi Allah sebagai pendusta." (HR. Bukhari dan Muslim).

Dengan kejujuran pula seseorang membangun kepercayaan. Orang lain akan menaruh kepercayaan pada diri kita saat kita teruji dalam kejujuran; kesesuaian perkataan dalam hati dan lisan, kesamaan pernyataan dengan kenyataan, dan keselarasan antara perkataan dan perbuatan. Kepercayaan orang Quraisy terhadap nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam tidak terlepas dari kejujuran yang telah mendarah daging dalam dirinya.
Jika demikian contoh nyata yang disuguhkan oleh Rasul panutan kita shallallahu 'alaihi wasallam baik dalam pribadinya maupun dalam mendidik sahabatnya maka sudah selayaknya kita meniru dan meneladani dalam membangun generasi mulia. Imam Malik berkata:
وَلاَ يُصْلِحُ آخِرَ هذِهِ الأُمَّة إِلاَّ مَا أَصْلَحَ أَوَّلَهَا
"Tidak ada yang dapat membenahi akhir umat ini melainkan apa yang telah membenahi awalnya."
Pendidikan karakter kejujuran dalam era dekadensi moral saat ini semakin mendesak. Tidak hanya merupakan tanggung jawab lembaga pendidikan bernama sekolah, namun juga tanggung jawab keluarga, 'sekolah' pertama bagi anak kita. Berikut ini beberapa hal terkait pendidikan kejujuran pada anak:
1.       Melalui model.
Keteladanan adalah cara pembelajaran paling efektif. Sebelum mengajarkan kejujuran pada anak sudah selayaknya orang tua menjadi pribadi yang jujur terlebih dahulu. Kebohongan merupakan sifat tercela kapanpun di manapun, namun di depan mata anak menjadi lebih tercela, karena akan terbentuk dalam memori anak bahwa bohong adalah cara berkelit dan suatu kewajaran. Contohnya ketika seorang ayah akan bepergian jauh dan melihat anaknya menangis karena ingin ikut ia berkata: "Ayah cuma mau ke depan sebentar kok nak”. Akan lebih baik jika secara perlahan disampaikan dengan penuh keterbukaan sesuai kenyataan.
2.       Menghindari bohong dalam ancaman.
Ancaman pada anak adalah cara terakhir dalam pendidikan. Karena anak yang tumbuh dalam ancaman akan menjadi seperti robot, tidak memiliki tanggung jawab. Selain itu ancaman dapat menghambat kepercayaan diri. Namun jika kondisi mengharuskan ancaman maka orang tua harus menghindari kebohongan. Misalnya kata-kata: "Awas kalau tidak tidur, nanti ada hantu lho".
3.       Konsekuen dalam ancaman.
Ancaman pada anak pun tidak bisa sembarangan. Bisa-bisa tidak efektif bahkan sebaliknya. Orang tua yang akan menerapkannya harus memilih ancaman yang sekiranya sesuai dengan perintah dan larangannya, sesuai pula dengan usia. Selain itu ia harus konsekuen dengan ancamannya, karena jika tidak maka pada saat yang sama ia sedang mengajari kebohongan pada anak. Selanjutnya anak akan punya pikiran bahwa orang tuanya tidak serius dalam ucapannya.
4.       Dekat dengan profil kejujuran.
Kita tidak kekurangan kisah-kisah orang yang jujur, para nabi, para sahabat, para ulama, dan lain sebagainya. Mereka adalah teladan dan contoh yang harus kita dekatkan ke dunia anak kita. Dengan mendengar peri kehidupan mereka dan derajat yang Allah berikan lantaran kejujuran mereka maka anak akan termotivasi untuk menjadi seperti mereka.
5.       Mencari sebab kebohongan.
Jika didapati bahwa anak terindikasi berbuat bohong maka orang tua secara perlahan mengorek sebab kebohongan yang ia lakukan, tetap di atas asas prasangka yang baik. Tidak baik langsung menghukum tanpa mendengar keterangan anak terlebih dahulu. Ketika anak sudah mengakui kesalahannya barulah membuat kesepakatan jika di waktu lain ia berbohong lagi.
"Di dalam kejujuran terdapat ketenangan dan di dalam kedustaan terdapat kegelisahan", demikian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mendidik kita. Saatnya kita tumbuh kembangkan sifat mulia ini dalam keluarga kita. Dengan konsistensi kita niscaya akan muncul sebuah generasi yang menjunjung tinggi kejujuran baik kepada Sang Khalik maupun kepada sesama makhluk. Kita pasti bisa!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar