Selasa, 08 Desember 2015

Bagaimana Kita Berinteraksi dengan Allah?

Pertanyaan sangat krusial yang mungkin pernah kita dengar selama ini. Ya, banyak hal yang hadir dan ada dalam kehidupan kita, namun yang paling berarti dari kesemuanya adalah Allah Subhanahu wata’ala. Allah adalah nama yang paling mulia, dan Allah adalah Dzat Mahamulia pemilik nama ini.

Allahlah Dzat yang paling baik cara interaksinya kepada kita. Kita tidak akan mendapati seseorang yang lebih lembut dan lebih sayang dalam berinteraksi daripada Allah. Anehnya, kita tidak merasakan itu. Padahal setiap hari Allah berinteraksi dengan kita dalam banyak hal. Sesekali Allah menutupi kita, pada saat lain membuat kita bahagia, di lain waktu menyayangi kita, memberi kita, mengaruniakan air untuk kita, dengan tanpa menanti ucapan terima kasih ataupun balasan dari kita. Karena pada dasarnya kita memang tidak akan bisa membalasnya dengan sesuatu. Ya, adakah sesuatu yang kita miliki dan tidak dimiliki oleh Allah? Tentu tidak ada. Lalu, mengapa Allah melakukan ini semua? Jawabannya, karena Allah Dzat pemilik cinta yang tidak memiliki batas dalam cintaNya, Mahamulia yang kemuliaanNya tidak berujung dan tidak bertepi. Tidak ada seorangpun yang dapat menyamai cara interaksinya kepada semua makhluk, meskipun sebenarnya Allah tidak membutuhkan makhlukNya, bahkan seluruh makhluklah yang membutuhkan Allah.

{يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَنْتُمُ الْفُقَرَاءُ إِلَى اللَّهِ وَاللَّهُ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ} [فاطر: 15]
”Wahai manusia, kalianlah yang membutuhkan Allah dan Allah Mahakaya lagi Maha terpuji.” (QS. Fathir: 15)

Jika Allah telah memperlakukan kita dengan semua keagungan, kasih sayang, dan kedermawanan  ini, maka kita harus tahu bagaimana semestinya kita berinteraksi dengan Allah. Memang, kita semua sudah berinteraksi dengan Allah setiap hari, baik dengan ibadah atau zikir. Namun, bukan ini yang dimaksudkan, ada interaksi lebih spesifik yang harus kita lakukan di hadapan masing-masing perlakuan Allah terhadap kita.

Bagaimana kita berinteraksi dengan Allah ketika Allah menutupi aib kita? Pada saat Allah menutupi aib kita, seharusnya kita menerima hadiah istimewa dari Allah ini. Kita harus mengetahui pemberian Allah dalam hal ini serta bagaimana cara kita menerimanya. Karena sangat mungkin kali ini Allah menutupi aib kita, namun pada kali yang lain Allah bisa saja menyingkap tabir ini setelah beberapa waktu. Ada beberapa amalan yang menjadikan tabir Allah tidak akan disingkap, hingga di hari kiamat sekalipun.

Setiap hari kita berbicara dengan sesama manusia, tetapi bagaimana kita bersikap ketika berbicara dengan Allah? Ada cara khusus saat kita berbicara dengan Raja para raja, Allah Ta’ala. Jika kita dapat melakukannya dengan baik, maka Allah akan mengabulkan semua permintaan kita, bahkan bisa jadi Dia akan memberi lebih baik daripada yang kita minta. Allah tidak mengabulkan permintaan sembarang orang, sayangnya kebanyakan manusia tidak mengetahui cara ini, apalagi melakukannya. Tidak maukah kita termasuk orang sedikit yang mempraktekkannya?

Pernahkah terbesit dalam benak kita sebuah pertanyaan, bagaimana kita berinteraksi dengan Allah saat Dia marah? Kemarahan Allah sangat dahsyat, jika mengenai sesuatu, maka ia pasti akan hancur lebur. Kita harus khawatir akan kemarahan Allah, dan kita pun tidak tahu apakah saat ini Allah sedang marah kepada kita atau tidak. Kalau memang Allah sedang murka, bagaimana kita harus bersikap? Ketika murka, Allah ingin kita melakukan sesuatu yang dengannya kemurkaan Allah akan reda. Bukan sekedar dengan taubat, di sana ada cara-cara spesifik lain yang harus dilakukan segera sebelum terjadi hal yang tidak diinginkan. Pada saat itu, kemarahan Allah akan sirna. Karena Allah sangat mudah untuk ridha terhadap hambaNya. Ya, hanya dengan amalan yang sederhana.

Sebagian manusia mengira bahwa ketika Allah sudah ridha berarti tugasnya telah selesai. Tidak demikian, perhatian kita pada saat Allah ridha harus sama dengan perhatian kita ketika Allah marah. Karena sampai pada ridha Allah saja adalah suatu tingkatan, sementara tetap pada ridha Allah adalah tingkatan di atasnya. Pertanyaan sang lebih mendasar, bagaimana kita bisa mengetahui keridhaan Allah pada kita?

Ada lagi tingkatan di atas ridha, tingkatan tinggi yang tidak diberikan kecuali pada segelintir hambaNya saja. Tingkatan itu adalah tingkatan cinta, Allah mencintai kita sehingga kita menjadi orang yang dicintai oleh Allah. Cinta Allah kepada kita ini akan menyebar ke seluruh penjuru langit hingga sampai ke semua malaikat yang tinggal di sana, selanjutnya berpindah ke bumi sehingga kita dicintai seluruh manusia. Ya, karena Allah mencintai kita. Sayangnya, banyak orang yang tidak tahu bagaimana dia berinteraksi dengan Allah saat Allah mencintainya.

Secara fitrah, manusia suka berkunjung ke rumah orang yang dicintainya. Allah telah membuat rumah di bumi ini yang disebut masjid. Ke tempat inilah orang-orang yang dicintai oleh Allah datang untuk bersimpuh di hadapanNya. Setiap raja memiliki ritual dan upacara tertentu yang harus diketahui oleh orang yang akan menghadapnya. Bagaimana sikap kita jika ingin masuk ke rumah Allah? Orang yang baru mengetahui tata cara ini pasti akan merasa bahwa seakan baru kali itu ia masuk masjid rumah Allah selama hidupnya.

Sejak lahir hingga sekarang pasti kita pernah merasakan suatu kondisi yang bernama malu. Boleh jadi malu kepada orang tua, atasan, atau bahkan kepada orang yang tidak kita kenal. Hal ini biasa terjadi. Anehnya, terkadang Allah yang malu kepada kita. Ya, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah menceritakan hal ini dalam sabdanya yang agung.

Kondisi-kondisi di atas adalah contoh beberapa hal yang akan kita bahas dalam serial “Bagaimana kita berinteraksi dengan Allah?” Kami akan menyajikannya dalam bentuk tulisan berseri agar lebih mudah dicerna dan dipraktekkan satu per satu. Tulisan ini adalah intisari dari kajian yang disampaikan oleh Syekh Musyari al-Kharraz hafizhahullah. Semoga bermanfaat!


Artikel ini ditulis untuk www.markazinayah.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar