"Ada di antara pohon-pohon itu
sebuah pohon yang daunnya tidak jatuh sendiri (ke tanah), dan pohon itu
merupakan perumpamaan seorang mukmin. Coba beritahu aku, pohon apakah
itu?" Pertanyaan yang
dipakai oleh Rasulullah -shallallahu 'alaihi wasallam- dalam kajiannya kali ini
membuat dahi para shahabat berkerut. Alam fikiran mereka menerawang jauh ke
pelosok pedesaan, mencari pohon unik teka-teki dari Sang Mahaguru.
Abdullah bin Umar termasuk mereka yang
hadir di majelis pada saat itu. Beda dengan shahabat lainnya, dia menerka bahwa
pohon itu adalah kurma. Namun karena dihadapannya banyak pembesar shahabat termasuk
ayahnya, maka dia simpan jawaban itu dalam hatinya, sebagai bentuk rasa hormat
dan penghargaan kepaa orang yang lebih tua.
Setelah beberapa waktu mereka berfikir
tetapi tak kunjung mendapatkan jawaban, para shahabat mulia itu menyerah dan
bertanya, "Beritahu kami wahai Rasulullah -shallallahu 'alaihi wasallam-
pohon apakah itu?"
"Pohon itu adalah pohon kurma." Rasulullah -shallallahu 'alaihi
wasallam- menjawab dengan singkatnya. Ya, ternyata pohon itu bukan pohon yang
asing bagi mereka, bisa mereka lihat setiap saat karena memang banyak tumbuh di
sekitar rumah mereka .
Seusai kajian bersama Nabi, Abdullah bin
Umar bergegas menceritakan tebakannya itu kepada ayahandanya, Umar bin Khattab.
"Andaikan engkau menjawab dengan pohon kurma itu lebih aku sukai daripada ini
dan itu." Suara berat Umar yang sarat dengan motivasi untuk putranya agar
lebih berani dalam mengungkapkan isi hatinya.
Banyak sekali keteladanan yang dapat kita
petik dari hadits riwayat Bukhari dan Muslim di atas; metode teka-teki dalam
pengajaran Rasulullah -shallallahu 'alaihi wasallam-, sopan santun dan
kerendahan hati Abdullah bin Umar, cara Umar bin Khattab dalam mendidik dan
memotivasi putranya, dan lain-lain. Karakter-karakter yang menginspirasi kita
saat kita menjadi guru, anak, dan orang tua.
Guru yang baik selalu berinovasi dalam
menyampaikan pesan pelajaran kepada para muridnya. Salah satu metode itu adalah
metode permisalan atau analogi yang menurut psikologi modern berfungsi
mengendapkan memori. Pemilihan pohon kurma dalam analogi Rasulullah
-shallallahu 'alaihi wasallam- bukanlah sederhana. Selain memiliki banyak
kesamaan dengan kepribadian orang mukmin yang semestinya, pohon ini mudah
didapati oleh para shahabat. Sehingga setiap kali mereka melihat pohon ini,
maka memori pesan nasehat itu segera hadir dalam benak mereka.
Orang tua juga sangat berperan dalam
pendidikan generasi penerus. Dalam menumbuhkan kecintaan terhadap ilmu, orang
tua perlu memotivasi anak dengan mengajaknya
hadir dalam majelis ilmu. Sedikit demi sedikit ia akan menyerap
pengetahuan, belajar akhlak dengan melihat langsung cara guru dalam bersikap
dan bertutur kata, belajar mendengar dan bertanya, serta manfaat positif
lainnya. Di sini terlihat jelas bagaimana para pembesar shahabat menyiapkan
generasi yang akan meneruskan perjuangan mereka. Sikap hormat Abdullah bin Umar
terhadap para shahabat senior menggambarkan hasil didikan itu.
Selain keteladanan di atas, ada hal yang
menarik terkait pohon yang dijadikan permisalan oleh Rasulullah -shallallahu
'alaihi wasallam-. Pohon yang daunnya tidak jatuh sendiri ini mengilhami bahwa
seorang mukmin hendaknya menempa diri untuk memiliki sifat-sifatnya, di
antaranya:
1. Semua bagian dari pohon ini bermanfaat,
mulai akar hingga biji kurmanya. Buahnya manis mengenyangkan, bijinya untuk
pakan ternak, daunnya untuk atap, batangnya untuk tiang, akarnya untuk kayu
bakar, dan manfaat-manfaat lainnya. Maka sudah sepantasnya kita menjadi pribadi
yang bermanfaat untuk orang lain dari sisi manapun dari tubuh dan kepribadian
kita.
2. Ketika pohon ini sudah mulai berbuah ia
tidak akan berhenti berbuah sampai ia mati. Demikian pula seharusnya seorang
mukmin, tidak pantang mundur dalam memberi kemanfaatan, sampai ajal menjemput
kita.
3. Pohon ini pula dijadikan permisalan oleh
Allah dalam surat Ibrahim ayat 24 dalam menggambarkan kalimah thayyibah;
akarnya menunjam ke bumi, cabangnya menjulang tinggi ke langit, dan setiap saat
mengeluarkan buahnya. Hal ini mengisyaratkan bahwa pondasi keimanan kita
hendaknya kokoh tertanam dalam sanubari dan cabangnya menjalar ke seluruh
anggota badan, selanjutnya menampilkan kepribadian yang elok.
Ya, Allah telah menciptakan alam semesta
agar menjadi pelajaran untuk manusia, ada yang secara jelas ditunjukkan oleh
Allah dan RasulNya, ada pula yang ditinggalkan untuk kita temukan sendiri.
{إِنَّ
فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ
لَآيَاتٍ لِأُولِي الْأَلْبَابِ، الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا
وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ
وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ
النَّارِ} [آل عمران: 190، 191]
"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, Maka peliharalah kami dari siksa neraka."
Ditulis untuk markazinayah.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar