Bagaimana perasaan kita jika kita hidup di bumi,
pergi bekerja, menyantap makanan, dan berjalan-jalan di pasar, sementara Allah
di atas langit sana mencintai kita? Pasti tak bisa terbayangkan kala Dzat yang
sangat dibutuhkan oleh semua makhluk telah memilih kita di antara
hamba-hambaNya untuk Ia cintai?
Ya, Allah yang tidak sembarang mencintai makhlukNya itu berkenan mencintai kita. Allah berfirman:
“Hai
orang-orang yang beriman, barang siapa di antara kamu yang murtad dari
agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai
mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang
yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad
dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela.” (QS. Al-Maidah: 54)
Semoga Allah menjadikan
kita salah satu di antara mereka.
Kalau kaum itu mencintai
Allah, wajar saja, tetapi yang unik adalah kecintaan Allah kepada mereka. Ya,
Allah yang telah menciptakan mereka, memberi rezeki, dan hingga saat ini masih
terus menjaga dan memberi. Lalu pada akhirnya Allah mencintai mereka. Hal ini
tak akan bisa dinalar oleh akal manusia.
Wahai Dzat yang
bila aku berkata, “Wahai menolongku.” Ia menerima panggilanku..
Wahai Dzat yang
Esa, yang tiada dua dalam kekuasaanNya..
Aku bermaksiat dan Engkau menutupiku..
Aku lupa dan Engkau mengingatku..
Mana mungkin aku melupakanMu..
Wahai Dzat yang tidak pernah melupakanku..
Allah sangat mencintai orang-orang beriman,
mereka pun mencintaiNya. Bahkan tidak ada sesuatu pun yang lebih mereka cintai
daripada Allah, dan yang paling mereka nantikan adalah perjumpaan denganNya.
Ibnul Qayyim berkata, “Bukan sesuatu yang aneh bila seorang budak mendekat
kepada majikannya dan berbuat baik kepadanya. Tetapi yang aneh bila ada seorang
majikan yang berbuat baik dan berkasih sayang dengan seorang budak di antara
budak-budaknya dengan bermacam-macam pemberian, sementara bisa jadi budak
tersebut berpaling darinya.”
Tentu Allah jauh lebih baik dari itu semua. Allah
senantiasa berbuat baik kepada hambaNya. Sayangnya, mereka senantiasa
membangkang perintahNya.
Jika Allah sudah mencintai seseorang, berarti
ini adalah kemenangan yang besar tiada tara. Lalu, bagaimana kita bisa
mengetahui, apakah Allah mencintai kita atau tidak? Jawabannya mudah sekali,
jika kita berada dalam ketaatan, maka saat itu juga Allah mencintai kita. Ada
juga tanda cinta Allah yang lain, yaitu cinta masyarakat kepada kita. Tentu
bukan cinta dari seluruh manusia, karena tidak ada satupun yang akan meraih hal
ini, termasuk para Nabi, tetapi cinta dari mereka yang baik dan mencintai
kebaikan. Ini juga pertanda bahwa penduduk langit mencintai kita. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إِنَّ اللَّهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى إِذَا
أَحَبَّ عَبْدًا نَادَى جِبْرِيلَ: إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَحَبَّ فُلاَنًا
فَأَحِبَّهُ، فَيُحِبُّهُ جِبْرِيلُ، ثُمَّ يُنَادِي جِبْرِيلُ فِي السَّمَاءِ:
إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَحَبَّ فُلاَنًا فَأَحِبُّوهُ، فَيُحِبُّهُ أَهْلُ السَّمَاءِ،
وَيُوضَعُ لَهُ القَبُولُ فِي أَهْلِ الأَرْضِ
“Sesungguhnya jika Allah telah
mencintai seseorang Ia akan menyeru Jibril, ‘Sesungguhnya Allah telah mencintai
Fulan, maka cintailah dia!’ lalu Jibril pun mencintainya. Jibril kemudian
menyeru para penduduk langit, ‘Sesungguhnya Allah telah mencintai Fulan, maka
cintailah dia!’ lalu para penduduk langit pun mencintainya. Selanjutnya orang
tersebut akan mendapat penerimaan dari penduduk bumi.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Terkadang sebagian masyarakat pun tidak tahu
mengapa dia mencintai orang itu. Rasa cinta itu muncul begitu saja sejak awal
perjumpaan. Lebih daripada itu, bahkan benda-benda pun akan mencintainya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
أُحُدٌ جَبَلٌ يُحِبُّنَا وَنُحِبُّه
“Uhud adalah gunung yang
mencintai kami dan kami pun mencintainya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Bagaimana kita berinteraksi dengan Allah saat
Ia mencintai kita?
Pertama, kita
mencintai Allah sebagaimana Allah telah mencintai kita. Bukankah balasan
kebaikan tidak lain hanyalah kebaikan serupa? Semakin besar cinta kita kepada
Allah, maka semakin sempurna cinta Allah kepada kita. Dan jika Allah telah
mencintai kita, maka tidak ada lagi kekhawatiran, karena dengan cintanya, Allah
tidak akan menyiksa atau menghukum kita.
Ya, tidak ada alasan bagi kita untuk tidak
cinta kepada Allah, orang yang mengenal sifat-sifat dan perbuatan Allah pasti
akan jatuh cinta kepadaNya. Setiap mukmin pasti memiliki rasa cinta kepada
tuhannya. Namun, kecintaan mereka tentu bertingkat-tingkat yang tak berujung.
Sebagaimana keindahan Allah tak bertepi. Dan hati kita tercipta untuk mencintai
keindahan. Allah yang kita sembah itu indah, bahkan pemilik seluruh keindahan.
Kedua, meminta
kepada Allah, memperbanyak permohonan dan doa. Allah sangat suka diminta dan
dimohon, berbeda dengan manusia. Dalam hadits qudsi Allah berfirman:
وَإِنْ سَأَلَنِي لَأُعْطِيَنَّهُ، وَلَئِنِ اسْتَعَاذَنِي
لَأُعِيذَنَّهُ
“Jika ia meminta, maka pasti akan
Aku beri, dan apabila ia meminta perlindungan kepadaKu, maka pasti akan Aku
lindungi.” (HR. Bukhari)
Karenanya, kalau ada orang yang ingin
mencelakakan kita, maka kita tidak perlu khawatir, karena kita memiliki Allah
yang akan melindungi kita. Dan pasti orang itu akan menemui kebinasaannya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda, Allah berfirman dalam hadits qudsi:
مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالحَرْبِ
“Barang siapa memusuhi wali kekasihKu, maka Aku telah umumkan
perang dengannya.” (HR. Bukhari)
Ketiga, menjaga cinta Allah kepada kita agar tidak pudar atau bahkan hilang.
Meraih cinta Allah adalah sebuah tahapan, dan tetap dalam kecintaan Allah
adalah tahapan berikutnya. Kehilangan cinta dari Allah adalah sumber
ketersiksaan, karena ia seperti nyawa dalam jasad manusia, bahkan lebih dari
itu. Kehilangan nyawa, mati, namun kehilangan cinta Allah, ia akan tersiksa
kejiwaannya selama hidup. Karena yang paling menyiksa seseorang adalah saat
kekasihnya berpaling meninggalkannya. Biasanya ia kemudian akan mencari
pengganti yang lebih baik, atau minimal sama untuk mengobati sakit hatinya.
Nah, jika yang meninggalkannya adalah Allah, mana mungkin ia akan mendapatkan pengganti?
Allah adalah Dzat yang tidak memiliki tandingan dan serupa.
Demikianlah, orang yang bermaksiat setelah ketaatan selalu merasakan
kegelisahan yang tak terperi. Dan di akhirat siksa ini menjadi lebih terasa.
Allah berfirman:
“Sekali-kali tidak, sesungguhnya mereka pada
hari itu benar-benar tertutup dari (rahmat) Tuhan mereka. Kemudian, sesungguhnya mereka benar-benar
masuk neraka.” (QS. Al-Muthaffifin: 15-16)
Lihatlah bagaimana Allah mendahulukan siksa
tertutup dari Allah daripada siksa neraka.
Sebaliknya, kenikmatan melihat Allah di atas
segala kenikmatan surga, karena melihat Dzat terindah dari yang ada. Lalu,
bagaimana kita bisa menjaga cinta Allah? Jawabannya: mengikuti hamba yang
dikasihi penuh oleh Allah, Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Orang yang
mengaku cinta Allah kemudian tidak mengikuti shallallahu ‘alaihi
wasallam, maka bisa dipastikan bahwa cintanya bohong. Allah berfirman:
“Katakanlah, ‘Jika kamu (benar-benar)
mencintai Allah, maka ikutilah aku,Rasulullah niscaya Allah akan mengasihi dan mengampuni
dosa-dosamu.’ Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Ali Imran: 31)
Cita rasa cinta Allah itu akan mengalahkan
cita rasa cinta kepada siapapun selainnya. Karenanya, Allah berfirman:
“Dan orang-orang yang beriman sangat cinta
kepada Allah.” (QS. Al-Baqarah: 165)
Ya, unik memang. Ada rasa yang menyelinap ke
dalam hati saat kita merasakan atau menghadirkan cinta Allah dalam diri. Ada
kebahagiaan dan ketenteraman yang sulit diungkapkan. Semoga kita bisa menggapai
dan memeliharanya, Amin.
Artikel ini ditulis untuk www.markazinayah.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar