Perjanjian Hudaibiyah disepakati oleh Rasulullah saw. dan pihak Quraisy yang diwakili oleh Suhail. Tertulis di antara poin perjanjian bahwa pihak muslimin harus mengembalikan setiap orang dari pihak Quraisy yang datang ke Madinah.
Belum sempat Rasulullah saw menandatanganinya datanglah Abu Jandal -putra Suhail sendiri- dalam keadaan terikat. Dari kondisinya terlihat bahwa ia telah mengalami siksaan yang berat dari kaum Quraisy. Dengan sinis Suhail pun berkata : "Ini untuk pertama kali kita berlakukan perjanjian kita!".
"Kita belum mulai perjanjian kita, kalaupun akan kita mulai ijinkan Abu Jandal untuk ikut bersamaku" demikian Rasulullah saw. tidak tinggal diam berusaha untuk membujuk Suhail. Namun Suhail tetap bersikeras, bahkan mengancam akan membatalkan perjanjian.
Denga isak dan rintihan Abu Jandal r.a. memohon, "Kaum muslimin! Apakah kalian akan mengembalikan aku kepada orang-orang musyrik itu agar mereka menyiksaku lagi karena keislamanku?".
Sungguh, posisi yang sulit bagi Rasulullah saw menghadapi kenyataan ini, apalagi Suhail tak henti memukulinya di depan beliau. Namun apa daya, meskipun perjanjian hitam di atas putih belum selesai ditandatangani, Rasulullah saw. tetap harus mengembalikan Abu Jandal r.a. ke Mekah untuk memenuhi perjanjian tersebut.
"Abu Jandal, bersabarlah, sesungguhnya Allah akan memberikan jalan keluar kepadamu dan orang-orang tertindas yang bersamamu." Terdengar Rasulullah saw melepas Abu Jandal dengan seuntai doa sekaligus motivasi sebagai bekal dalam menghimpun kekuatan dengan muslim Mekah lainnya.
Pengorbanan untuk sebuah kesetiaan tampak jelas pada penggalan sejarah di atas. Muhammad saw. sang guru menunjukkan kepada para sahabat bahwa perjanjian atau akad bukan hal yang remeh, bahkan kepada musuh sekalipun. Dan pada waktu yang sama kita bisa saksikan kesetiaan kasih sang guru pada muridnya.
Kekuatan dari kesetiaan yang tulus seperti ini terasa dan sangat membekas. Sehingga, bukan kekecewaan dan kebencian yang menyelimuti Abu Jandal ra. tapi justru kebanggaan akan keagungan nilai kesetiaan dalam Islam dan semangat untuk menyusun kekuatan, menjemput janji Allah dan RasulNya.
Sekarang, kesetiaan yang seperti apa yang telah kita tularkan untuk anak didik kita?
Belum sempat Rasulullah saw menandatanganinya datanglah Abu Jandal -putra Suhail sendiri- dalam keadaan terikat. Dari kondisinya terlihat bahwa ia telah mengalami siksaan yang berat dari kaum Quraisy. Dengan sinis Suhail pun berkata : "Ini untuk pertama kali kita berlakukan perjanjian kita!".
"Kita belum mulai perjanjian kita, kalaupun akan kita mulai ijinkan Abu Jandal untuk ikut bersamaku" demikian Rasulullah saw. tidak tinggal diam berusaha untuk membujuk Suhail. Namun Suhail tetap bersikeras, bahkan mengancam akan membatalkan perjanjian.
Denga isak dan rintihan Abu Jandal r.a. memohon, "Kaum muslimin! Apakah kalian akan mengembalikan aku kepada orang-orang musyrik itu agar mereka menyiksaku lagi karena keislamanku?".
Sungguh, posisi yang sulit bagi Rasulullah saw menghadapi kenyataan ini, apalagi Suhail tak henti memukulinya di depan beliau. Namun apa daya, meskipun perjanjian hitam di atas putih belum selesai ditandatangani, Rasulullah saw. tetap harus mengembalikan Abu Jandal r.a. ke Mekah untuk memenuhi perjanjian tersebut.
"Abu Jandal, bersabarlah, sesungguhnya Allah akan memberikan jalan keluar kepadamu dan orang-orang tertindas yang bersamamu." Terdengar Rasulullah saw melepas Abu Jandal dengan seuntai doa sekaligus motivasi sebagai bekal dalam menghimpun kekuatan dengan muslim Mekah lainnya.
Pengorbanan untuk sebuah kesetiaan tampak jelas pada penggalan sejarah di atas. Muhammad saw. sang guru menunjukkan kepada para sahabat bahwa perjanjian atau akad bukan hal yang remeh, bahkan kepada musuh sekalipun. Dan pada waktu yang sama kita bisa saksikan kesetiaan kasih sang guru pada muridnya.
Kekuatan dari kesetiaan yang tulus seperti ini terasa dan sangat membekas. Sehingga, bukan kekecewaan dan kebencian yang menyelimuti Abu Jandal ra. tapi justru kebanggaan akan keagungan nilai kesetiaan dalam Islam dan semangat untuk menyusun kekuatan, menjemput janji Allah dan RasulNya.
Sekarang, kesetiaan yang seperti apa yang telah kita tularkan untuk anak didik kita?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar