Banyak orang yang ketika dikejutkan dengan pertanyaan,
“Siapakah Allah itu?”, mereka akan menjawab bahwa Allah adalah Sang Pencipta
atau Pemberi rezeki. Itu benar, namun, apakah hanya ini yang kita ketahui
tentang Allah? Ada kaidah yang mengatakan bahwa setiap kali manusia bertambah
pengetahuannya tentang Allah, maka setiap itu pula rasa takutnya kepada Allah
akan bertambah, dan bertambah baik pula cara interaksinya dengan Allah. Allah
berfirman:
إِنَّمَا
يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ غَفُور
“Sesungguhnya,
yang takut kepada Allah hanyalah orang-orang yang berilmu. Sesungguhnya Allah
Mahamulia lagi Maha pengampun.” (QS. Fathir: 28)
Allah berada di langit, tidak ada yang mengetahui hakikat
DzatNya kecuali Allah sendiri. Cukup bahwa tidak ada orang yang mampu melihat
Allah saat ini sebagai bukti untuk menunjukkan keagunganNya. Karena apapun nama
makhluk yang melihat Allah di dunia, pasti ia akan hancur lebur. Makhluk
terkuat pun tidak mampu melihat Allah, apalagi manusia yang sangat lemah. Jika
keagungan dan kekuatan Allah sedemikian besarnya, hingga siapapun yang melihatNya
akan binasa dan hancur hanya dengan sekedar melihat, maka bisa dibayangkan
bagaimana kebesaranNya. Bagaimana pula keagungan sifat-sifat mulia yang
dimilikiNya.
Allah sangat mengetahui hal ini, Allah pun tahu bahwa para
kekasihNya dari kalangan manusia ingin sekali melihatNya. Ya, karena mereka
sering kali mendengar tentang Allah, belajar tentang Allah, keagungan, dan
keindahanNya. Maka sangat wajar bila mereka ingin melihat keindahan ini. Oleh
karenanya, Allah akan menguatkan jasad mereka pada hari kiamat dan
menganugerahkan kemampuan untuk dapat melihatNya, agar tubuh-tubuh mereka merasakan
kenikmatan untuk melihat Allah tanpa harus hancur berkeping.
Dzat Allah memiliki sifat sempurna, tidak ada sesuatupun yang
dapat menyamainya. Memang terkadang makhluk juga mempunyai sifat yang sama,
namun hanya pada namanya saja. Seperti Allah memiliki sifat hidup yang
sempurna, makhluk pun memiliki sifat hidup tersendiri, tetapi sama sekali tidak
seperti hidupnya Allah. Ya, selamanya tidak akan ada yang dapat menyerupai atau
mendekati sifat hidupNya barang sedikitpun. Demikian pula pada sifat-sifat yang
lain.
Allah adalah sesembahan seluruh makhluk tak terkecuali,
mereka tidak akan menemukan sesembahan selainNya. Allah sendiri yang menanggung
seluruh kebutuhan mereka, mengatur semua kerajaanNya yang mahaluas meliputi
semua langit dan bumi tanpa bantuan siapapun. Sejak Allah menciptakan makhluk
pertama hingga dunia berakhir nanti, hanya Allah semata yang memberi rezeki,
yang menguasai, dan yang akan mengambil kembali. Sebagian sifat-sifat ini sudah
Allah beritahukan dan ajarkan kepada kita, namun Allah juga memiliki banyak
sifat yang belum diberitahukanNya, sehingga kita dan tidak ada seorangpun yang
mengetahuinya. Allah telah menyimpannya dalam ilmu gaib di sisiNya. Ya, di
antara bukti keagungan Allah, tidak ada seorangpun dan dapat mengetahui secara
persis tentang sifat-sifatNya kecuali satu, yaitu Allah Subhanahu wata’ala
sendiri.
Seperti mata yang merupakan bagian dari anggota badan. Ia
memiliki batas dan tidak bisa melihat pada jarak pandang tertentu yang lebih
jauh. Telinga pun tidak dapat mendengar kecuali pada jarak tertentu. Demikian
pula akal manusia, tidak dapat memahami kecuali pada batas-batas tertentu. Di
sana ada banyak hal yang memiliki kapasitas lebih besar dari kemampuan akal
untuk memahaminya, sehingga mengkhayalkannya saja tidak bisa. Dan yang terbesar
adalah Allah. Tidak ada seorangpun yang dapat menggambarkanNya sebelum
melihatNya nanti di hari kiamat. Allah berfirman:
لَيْسَ
كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيْرُ
“Tidak ada
sesuatupun yang menyerupai Allah, Dialah yang Maha mendengar lagi Maha
melihat.” (QS. Asy-Syura: 11)
Siapapun yang mencoba untuk berkhayal tentang Allah, maka
Allah tidak seperti apa yang dikhayalkannya. Kalaupun manusia hidup selama
seratus tahun dan selama itu pula tidak melakukan apa-apa kecuali berusaha
untuk menggambarkan hakikat Allah, maka tetap tidak akan bisa. Apapun yang
dihasilkannya, maka Allah bukan seperti itu. Karena Allah memiliki keagungan
dan kemuliaan yang tidak mungkin diketahui oleh makhlukNya.
Karenanya, hingga saat ini, tidak ada seorangpun yang dapat
memuji Allah dengan pujian yang sepadan dengan keagungan ini. Siapapun yang
berusaha untuk memuji dan menyanjung, baik dengan ucapan maupun perbuatan, baik
dari kalangan malaikat atau para nabi, maka mereka hanya mampu mendekati pujian
yang pantas diberikan kepada Allah. Ya, yang bisa memuji Allah dengan pujian
yang semestinya hanya Allah sendiri. Kalaupun dikumpulkan semua pujian makhluk,
semua ibadah para malaikat, para nabi dan seluruh orang saleh, dari makhluk
pertama hingga terakhir, lalu dilipatgandakan berkali-kali lipat kemudian
dipersembahkan kepada Allah, maka tidak akan setimpal dengan hak pujian bagi Allah
yang seharusnya, tetap saja belum bisa sepadan bahkan dengan satu sifat Allah
saja.
Ada dari kalangan malaikat yang rukuk dan tidak mengangkat
kepala selamanya, ada pula yang sujud dan tidak kembali dari sujudnya hingga
hari kiamat, mereka bertasbih dan beribadah, lalu ketika datang hari kiamat
mereka berkata, “Mahasuci Engkau ya Allah, kami belum bisa beribadah kepadaMu
dengan ibadah yang semestinya.” Allah berfirman tentang orang-orang musyrik:
وَمَا
قَدَرُوا اللَّهَ حَقَّ قَدْرِهِ وَالْأَرْضُ جَمِيعًا قَبْضَتُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
وَالسَّمَاوَاتُ مَطْوِيَّاتٌ بِيَمِينِهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ
“(Orang-orang
musyrik itu) tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya,
padahal semua bumi ada di genggamanNya pada hari kiamat nanti dan semua langit
terkumpul di tangan kananNya. Mahasuci Allah dan Mahatinggi dari apa yang
mereka sekutukan.” (QS. Az-Zumar: 67)
Jika demikian, ketika Allah menerima ibadah kita itu berarti
bentuk kemurahan Allah untuk kita. Ya, karena ibadah kita sarat dengan
kekurangan, seperti shalat tanpa penghayatan, dan terkadang ada riya’ yang
menyelinap di dalamnya. Belum lagi kita dahului ibadah itu dengan dosa dan
melakukan dosa lagi setelah itu. Namun dengan segala kemurahanNya Allah
menerima ibadah kita jika dilakukan dengan tulus karenaNya. Padahal, ibadah
kita itu tidak ada manfaatnya bagi Allah dan memang Allah tidak membutuhkannya.
Justru kita yang memerlukannya agar kita mendapatkan ketenangan ketika
melaksanakannya. Kitalah yang akan menikmati saat menunaikannya, kita pula yang
akan memasuki surga serta merasakan kelezatan dan kebahagiaan abadi di sana.
Sedangkan Allah tidak akan mengambil manfaat apapun dari ibadah kita. Ya,
manfaat apa yang bisa kita berikan untuk Allah? Allah Mahakaya dan kitalah yang
membutuhkan Allah. Kendati demikian, Allah masih memberi rezeki kepada kita
saat kita membutuhkan, memuliakan, dan memberi kita petunjukNya. Bahkan Allah
senang dengan permintaan kita, semakin banyak kita meminta, maka Allah semakin
cinta kepada kita. Karena kecintaan Allah pada sifat kedermawanan jauh di atas
apa yang dibayangkan oleh akal kita. Ini bagian dari keindahan perbuatan Allah
Subhanahu wata’ala. Allah telah menggabungkan dalam diriNya keindahan dzat dan
keindahan sifat.
Ya, sesembahan kita adalah Allah yang Maha indah itu, Dzat
yang paling indah di antara yang ada. Karenanya, Allah menamai diriNya dengan
nama Jamil ‘Yang Indah’. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda:
إِنَّ
اللهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ
“Sesungguhnya
Allah itu Maha indah dan mencintai keindahan.” (HR.
Muslim)
Cukup sebagai bukti keindahan Allah, bahwa semua keindahan
yang ada pada manusia, alam semesta, tetumbuhan, binatang, dan makhluk lainnya
adalah bagian dari jejak keindahan Dzat yang menciptakannya. Maka tak heran
jika kenikmatan terbesar yang akan didapatkan oleh penduduk surga adalah saat
Allah memperlihatkan keindahanNya, agar mereka dapat melihatNya di surga yang
keindahanNya belum pernah mereka lihat di dunia. Allah berfirman:
وُجُوهٌ
يَوْمَئِذٍ نَاضِرَةٌ، إِلَى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ
“Wajah
(orang-orang mukmin) pada hari kiamat itu indah berseri, kepada Rabbnya ia
melihat.” (QS. Al-Qiyamah: 22-23)
Setiap orang yang melihat Allah ia akan diliputi kebahagiaan
yang belum pernah dirasakannya, karena Allah pula yang menciptakan kebahagiaan.
Allah akan memberikan kebahagiaan itu kepada orang yang datang dan mendekatkan
diri kepadaNya, dan tidak akan memberikannya kepada orang yang menjauh dariNya.
Semakin dekat seorang hamba kepadaNya maka akan semakin merasakan kebahagiaan
itu. Oleh karenanya, Allah telah menjadikan surga berada di dekatNya, di langit
yang ke tujuh, sebab di situlah tempat kebahagiaan. Setiap kali kita naik ke
tingkatan yang lebih tinggi di surga, maka setiap kali itu pula kita semakin
mendekat kepada Dzat Allah, sampai pada tingkatan surga yang tertinggi, yaitu
surga Firdaus. Tempat yang paling menyenangkan bersama para nabi dan rasul.
Atapnya ‘Arsyur Rahman ‘tempat Allah bersemayam’.
Benar, kebahagiaan itu ada pada kedekatan kita kepada Allah,
karena ujung kebahagiaan ada di sisiNya. Allah berfirman tentang Sidratul
Muntaha ‘sebuah pohon di sisi kanan ‘Arsy’:
عِنْدَهَا
جَنَّةُ الْمَأْوَى
“Di sisi
pohon itu ada surga Ma’wa (tempat bagi hamba Allah yang saleh).” (QS.
An-Najm: 15)
Namun bersamaan dengan semua keagungan ini, dzat yang paling
banyak didurhakai, diselisihi, dan dipalingkan adalah Allah. Pernahkah kita
melihat di dunia orang yang lebih didurhakai daripada Allah? Meski demikian,
Allah tetap memberi yang membutuhkan dan menyembuhkan yang sakit, karena Allah al-Halim
‘Maha santun’ dan ash-Shabur ‘Maha sabar’. Bahkan, jika seorang pendosa itu kembali
kepada Allah dan bertaubat, maka Allah akan sangat senang dan lebih senang
daripada orang yang bertaubat itu sendiri, padahal Allah Mahakaya tidak
membutuhkan hambaNya. Tidak aneh jika seorang budak mendekat dan mencintai
majikannya, yang mengherankan jika majikan itu yang melakukannya kepada budak
miliknya sementara dia berpaling dan durhaka. Kita harus tahu bahwa jika
seorang hamba mau mengangkat tangannya kepada Allah, maka Allah akan malu, malu
bila tidak mengabulkan permintaannya.
Inilah Allah tuhan dan sesembahan kita yang kita tidak
membutuhkan sesembahan yang lain lagi. Rabb yang menjadi tempat kita
menggantungkan segala keinginan dan harapan kita di hari kiamat. Jika keagungan
Allah sedemikian besarnya, bagaimana seharusnya kita berinteraksi denganNya?
Artikel ini ditulis untuk www.markazinayah.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar