"Kalau belum kena gatal di pesantren belum disebut santri". Begitu kata orang yang mengaku pernah sekian tahun mondok. Barangkali karena ia telah putus asa menghadapi kejorokan ustadz dan santri, atau ia sendiri bermasalah dalam hal ini, atau memang tidak tahu bahwa Islam agama yang menjunjung tinggi kebersihan karena lingkungannya membentuk imej demikian.
Terlalu naif jika santri gatal kemudian dikatakan "itu wajar". Bukankah Islam memerintahkan kebersihan? Dalam fiqih Syafi'i orang yang hendak melakukan shalat hendaklah ia memastikan bahwa badan, pakaian dan tempat harus bersih dari hadats dan najis, bahkan sebagian madzhab mewajibkan mandi jum'at agar jamaah yang lain tidak terganggu dengan aroma keringatnya. Dalam sunnah juga diterangkan untuk bersiwak setiap kali akan shalat, terutama orang yang baru makan makanan berbau tidak sedap.
Lagi-lagi kesalahan kita yang senantiasa membahas syariah sebatas buku/kitab saja tidak sampai pada kehidupan riil. Kelemahan yang harus disadari kemudian diperbaiki. Ustadz dan murid harus mampu menghadirkan asholah (keotentikan) syariah dalam kehidupan kontemporer, dengan istilah lain tahqiqul manath.
Asal kita memiliki keinginan untuk membenahi pesantren kita dari kejorokan dan kekumuhan, maka keadaan akan berubah. Pesantren akan kembali menjadi salah satu taman surga. Yang pasti harus ada kesamaan langkah dari komponen pesantren, mulai kyai, guru, santri bahkan para pegawai sekalipun.
Terlalu naif jika santri gatal kemudian dikatakan "itu wajar". Bukankah Islam memerintahkan kebersihan? Dalam fiqih Syafi'i orang yang hendak melakukan shalat hendaklah ia memastikan bahwa badan, pakaian dan tempat harus bersih dari hadats dan najis, bahkan sebagian madzhab mewajibkan mandi jum'at agar jamaah yang lain tidak terganggu dengan aroma keringatnya. Dalam sunnah juga diterangkan untuk bersiwak setiap kali akan shalat, terutama orang yang baru makan makanan berbau tidak sedap.
Lagi-lagi kesalahan kita yang senantiasa membahas syariah sebatas buku/kitab saja tidak sampai pada kehidupan riil. Kelemahan yang harus disadari kemudian diperbaiki. Ustadz dan murid harus mampu menghadirkan asholah (keotentikan) syariah dalam kehidupan kontemporer, dengan istilah lain tahqiqul manath.
Asal kita memiliki keinginan untuk membenahi pesantren kita dari kejorokan dan kekumuhan, maka keadaan akan berubah. Pesantren akan kembali menjadi salah satu taman surga. Yang pasti harus ada kesamaan langkah dari komponen pesantren, mulai kyai, guru, santri bahkan para pegawai sekalipun.
Penyakit yang sering mengenai pesantren adalah: Pertama scabies yaitu jenis penyakit kulit yang disebabkan oleh tungau bernama Sarcoptes scabei. Tungau ini berukuran sangat kecil dan tidak terlihat oleh mata telanjang. Kedua kutu yaitu suatu parasit jenis serangga yang tidak bersayap Ketiga panu yang merupakan penyakit jamur permukaan (superfisial) yang kronik.
Berikut cara menciptakan budaya kebersihan:
- Menunjuk seseorang untuk menjadi penanggung jawab kebersihan pesantren.
- Meletakkan segala sesuatu pada tempatnya, barang maupun aktifitas. Makan di kamar misalnya. Harus ada tindakan tegas dari penanggung jawab kebersihan.
- Kontrol kebersihan pribadi santri seperti mandi, gosok gigi dll. Serta kontrol cara merawat pakaian mereka, mencuci, melipat atau cara menggantungkan pakaian.
- Melakukan general cleaning secara berkala.
- Segera perbaiki sanitasi atau WC yang rusak karena hal ini salah satu sumber penyakit.
- Tidak saling tukar pakaian.
- Melakukan gerakan bersih-bersih secara serentak.
- Melakukan pengobatan serentak untuk mencegah terjadinya infeksi bolak-balik.
- Baju-baju, seprei, mukena, semua harus direbus, dijemur di bawah sinar matahari dan disetrika.
- Bila dimungkinkan pisahkan santri yang terkena gatal sampai taraf kesembuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar